Hutan Flora Industri – Pengertian & Kemajuan Di Indonesia


Untuk memenuhi kebutuhan materi baku industri kehutanan baik kayu maupun nonkayu, budidaya kehutanan dengan membentuk hutan tanaman industri mampu dilaksanakan dengan cara silvikultur.





Hal ini merupakan solusi dari semakin terbatasnya hutan bikinan alam sekaligus menjadi jalan keluar pemerintah dalam menangani konflik agraria. Hingga dikala ini, hutan jenis tumbuhan industri dijadikan referensi buatan hasil hutan di kala depan.





Pemanfaatan hutan ialah sumber pendapatan negara yang dimulai semenjak tahun 70-an. Pada awalnya, keperluan hasil hutan sebagian besar dipenuhi dari hasil hutan alam. Namun, dikala ini luasan hutan alam mulai menyusut sehingga diharapkan penyelesaian yang berkelanjutan.





Pada sekitar tahun 1990, hutan alam dirasakan tidak dapat menyanggupi keperluan materi baku industri kehutanan. Oleh karena itu, pemerintah membuat program hutan flora industri untuk menyanggupi ajakan hasil hutan.






Pengertian Hutan Tanaman Industri





Pengertian hutan tumbuhan industri ialah hutan flora yang dibangun dalam rangka memajukan peluangdan kualitas hutan bikinan dengan sistem silvikultur secara intensif untuk memenuhi seruan kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.





Aturan khusus mengenai HTI atau hutan tanaman industri terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.





Berdasarkan peraturan tersebut, HTI ditujukan untuk meningkatkan potensi dan mutu hutan produksi melalui metode silvikultur intensif guna menyanggupi permintaan bahan baku hasil hutan untuk keperluan industri.





Pemanfaatan hasil hutan, baik hasil hutan kayu maupun non kayu dari hutan tumbuhan industri tidak dapat dilaksanakan sembarang pihak. Sebab, diperlukan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).





Tujuan Hutan Tanaman Industri





Tujuan dari HTI adalah untuk mengembangkan produksi dari hutan buatan alam yang telah terdegradasi atau produktivitasnya menurun.





tanaman industri perkebunan




Hasil hutan dimanfaatkan untuk menolong, menawarkan dan menunjukkan akomodasi kepada insan dalam aneka macam sektor industri, terutama yang memerlukan materi baku hasil hutan.





Kita dapat melihat apa tujuan dari pembangunan hutan flora industri berdasarkan pembagian terstruktur mengenai dari Direktorat Bina Pembangunan Hutan Tanaman (2009) selaku berikut:





  1. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri berupa hasil hutan kayu
  2. Meningkatkan produktivitas selaku hutan buatan
  3. Menyediakan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha
  4. Meningkatkan kemajuan ekonomi kawasan dan nasional
  5. Memberdayakan masyarakat khususnya warga sekitar hutan supaya mendapatkan kesejahteraan ekonomi
  6. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup
  7. Meningkatkan persaingan materi baku industri dari hutan, mirip pulp, kayu lapis, kertas, penggergajian, mebel, kayu pertukangan, dan sebagainya
  8. Mendorong hasil industri hutan untuk kebutuhan penduduk dalam negeri serta ekspor ke luar negeri
  9. Meningkatkan devisa lewat acara eksport materi baku maupun produk jadi




Proses Perijinan





Untuk membangun lahan hutan flora industri, maka pengurus mesti memiliki ijin dari lembaga terkait. Jika ijin tersebut sudah ditemukan, maka pihak pemohon akan mendapatkan hak pengusahaan hutan sesuai PP No. 7 Tahun 19900 Bab V Pasal 7-10 perihal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.





Dalam aturan tersebut, Kementerian LHK menyampaikan bahwa pihak yang mampu menerima izin yakni tubuh usaha negara, swasta, serta koperasi.





Ijin dari KLHK tersebut berlaku 35 tahun sejak diterbitkan. Perhitungannya, bahwa dalam kurun waktu tersebut sudah sesuai dengan daur tumbuhan pokok yang diusahakan.





Berlandaskan aturan-aturan yang berlaku, maka kriteria pembentukan, pengusahaan dan ekspansi HTI meliputi alur, prosedur, waktu dan biayanya dapat diterangkan selaku berikut:





a. Persyaratan Administrasi





  1. Surat izin perjuangan atau SIUP bagi BUMSI, BUMN, BUMD
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  3. Pernyataan yang dibentuk di hadapan Notaris tentang kesediaan untuk membuka kantor di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota
  4. Lahan yang dimohon dilampiri peta skala sekurang-kurangnya1: 50.000 untuk luasan areal yang dimohon di atas 10.000 hektar atau 1:10.000 untuk luasan areal yang dimohon di bawah 10.000 hektar
  5. Pertimbangan teknis dari Bupati/Walikota terhadap Gubernur perihal info tata ruang kawasan Kabupaten/Kota atas areal yang dimohon di dalam Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Pada Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Izin Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, dengan melampirkan:
    • Peta skala 1 : 50.000
    • Informasi terkait eksistensi penduduk dalam areal yang dimohon
  6. Rekomendasi dari Gubernur terhadap Menteri Kehutanan menurut usulanteknis Bupati/Walikota
  7. Laporan keuangan pemohon terbaru dan sudah diaudit oleh akuntan publik bagi pemohon BUMN, BUMD, dan BUMS yang sudah bangkit lebih dari 1 tahun




b. Persyaratan Teknis





  1. Kondisi biasa areal, sosial ekonomi dan budaya penduduk lokal
  2. Kondisi lazim perusahaan, serta perusahaan tidak masuk dalam katagori pembatasan luasan sesuai ketentuan peraturan perundang-seruan
  3. Maksud dan tujuan, planning pemanfaatan, sistem silvikultur yang digunakan, organisasi/tata laksana, pembiayaan/ cashflow, pemberian dan penjagaan hutan




b. Prosedur





  • Pendaftaran
  • Verifikasi Administrasi dan Teknis
  • Penerbitan Surat Persetujuan Prinsip (RATTUSIP)
  • Penerbitan Peta Areal Kerja (WA)
  • Drafting SK IUPHHK – HT
  • Pemenuhan Kewajiban (Pembayaran SPP IUPHHK – HT)
  • Penandatanganan SK IUPHHK – HT
  • Penyerahan SK IUPHHK – HT




d. Waktu dan Biaya





Waktu optimal yang diharapkan Kementerian Kehutanan untuk memproses permohonan Izin Perluasan IUPHHK-Hutan Tanaman adalah 262 hari kerja.





Pembangunan Hutan Tanaman Industri





Pembuatan hutan tanaman industri dilaksanakan pada daerah hutan alam yang telah tidak produktif. Ciri hutan yang tidak lagi produktif yakni:





  • pohon dengan diameter kurang dari 20 cm tidak lebih dari 25 batang per hektar
  • pohon induk kurang dari 10 batang per hektar
  • kesanggupan permudaan alam sudah menurun (semai ≤ 1000 batang per hektar, pancang ≤ 240 batang per hektar dan tiang ≤ 75 batang per hektar)




Agar program hutan flora industri sukses diterapkan, maka diperlukan administrasi budidaya kehutanan yang intensif. Tahapnya yaitu seluruh pepohonan ditebang habis, lalu dilakukan permudaan buatan. Perusahaan yang akan membangun HTI wajib merekrut pekerja profesional bidang kehutanan.





kapal ponton




Berikut yakni tata ruang yang diterapkan pada daerah HTI, yaitu:





  • Areal tumbuhan pokok 70%
  • Areal flora unggulan 10%
  • Areal tanaman flora kehidupan 5%
  • Kawasan lindung 10%
  • Sarana dan prasarana 5%




Pembangunan hutan flora industri tersebut mampu mengikuti alur dari Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman, Kementerian Kehutanan Tahun 2009, adalah:





  1. Melakukan studi dan riset perihal hutan alam yang tidak produktif
  2. Mempersiapkan lahan yang mau dipakai
  3. Melakukan proses penyemaian bibit
  4. Melakukan proses penanaman pohon sesuai dengan karakteristik lahan dan ekosistem
  5. Melakukan pemeliharaan secara insentif
  6. Melakukan pemanenan hutan kemudian kembali ke langkah yang kedua
  7. Melakukan pemanenan hutan sembari merencanakan penjualan
  8. Melakukan penjualan hasil hutan industri untuk dimanfaatkan sebagaimana mestinya




Peraturan Terkait HTI





Aturan tentang hutan tumbuhan industri tidak cuma bersumber dari Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.





HT juga diatur dalam peraturan lain, mirip Peraturan Menteri LHK No 17 Tahun 2017 serta Undang-undang No 41 Tahun 1999.





Berikut ini yaitu isi pokok dari ketiga peraturan Hutan Tanaman Industri tersebut:





  • PP No 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri berisi mengenai ketentuan lazim, tujuan pengusahaan, pengelolaan, areal dan lokasi, tunjangan hak pengusahaan, hak pemegang dan pengusahaan, keharusan pemegang hak pengusahaan, pendaan, pemungutan hasil, hapusnya pengusahaan, serta sanksi pelanggaran.
  • Permen LHK No 17 Tahun 2017 merupakan pergantian atas Permen LHK No P12/MENLHK-II/2015 wacana Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Isi dari Permen LHK No 17 Tahun 2017 ialah wacana penambahan gambut selaku salah satu hasil industri HTI beserta fungsi budidaya ekosistem, kenali areal, penetapan tata ruang dan sebagainya.
  • UU No 41 Tahun 1999 perihal Kehutanan berisi tentang pemahaman, asas dan tujuan, penguasaan hutan, status dan fungsi hutan, pengurusan hutan, penyusunan rencana kehutanan, inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, penyusunan planning kehutanan, tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan daerah hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dukungan hutan dan konservasi alam, serta yang lain.




Dampak Lingkungan





Adanya hutan tanaman industri memperlihatkan efek baik maupun buruh kepada lingkungan secara keseluruhan. Salah satu positifnya, negara akan menerima keuntungan berkat buatan hasil hutan yang meningkat.





Selain itu, pembangunan hutan flora industri juga membantu upaya konservasi alam, perbaikan lahan, dan memajukan masyarakat (utamanya sekitar hutan) dalam bidang ekonomi.





Keanekaragaman hayati dari adanya jenis hutan ini juga dapat meningkat dan mendukung kelestariannya.





Namun dari segi kacamata lain, datangnya hutan tanaman industri memberikan imbas negatif bagi lingkungkungan hidup, adalah fragmentasi hutan.





Fragmentasi hutan yakni terjadi pembagian kawasan hutan yang awalnya luas menjadi terpecah-pecah.





Hal ini memperlihatkan efek jelek bagi flora fauna. Sebab, persebaran flora dan satwa dapat terhambat dan tidak mampu terdistribusi secara meluas sebab adanya pemisah. Dampak tersebut ialah risiko yang harus ditanggung ketika membentuk hutan tumbuhan industri.





Berdasarkan penelitian mengenai HTI yang dilakukan oleh Roman Pirard, Henri Petit, Himlal Baral, dan Ramadhani Achdiawan melalui publikasi CIFOR menggunakan studi-Q pandangan antara hutan pohon pinus, jati serta akasia, diperoleh hasil berikut.





Persepsi kasatmata cenderung kepada hutan flora pinus dan jati dikarenakan telah menjadi bab dari bentang alam masyarakat sekitar. Sedangkan tanaman akasia dianggap tidak memperlihatkan banyak lahan terhadap penduduk .





Dari hal tersebut, imbas hutan flora industri bagi penduduk dinilai dari jenis flora, infrastruktur, investasi sosial, perantara dan perusahaan pengurus.





Penelitian ini juga memberi kritik terhadap kebijakan kehutanan, adalah dibutuhkan pihak pemerintah tegas dalam penegakkan aturan untuk menyingkir dari efek kerugian yang ditimbulkan oleh perusahaan pengurus HTI.





Pemerintah dibutuhkan mempublikasikan peraturan dan regulasi yang menjebatani kepentingan pengelola dan masyarakat supaya tidak terjadi pertentangan sosial. Dalam hal ini, LSM Kehutanan dan Lingkungan Hidup juga mampu mengambil tugas.





Perusahaan Pemegang IUPHHK-HTI





Contoh beberapa perusahaan yang telah mempunyai ijin mengurus hutan tumbuhan industri antara lain:





NoPerusahaan HTI
1PT. BUMI MEKAR HIJAU
2PT. BUMI ANDALAS PERMAI
3PT. ARARA ABADI
4PT. SBA WOOD INDUSTRIES
5PT. SUMATERA RIANG LESTARI
6PT. RIAU ANDALAN PULP & PAPER
7PT. SEKATO PRATAMA MAKMUR
8PT. RIMBA HUTANI MAS
9PT. KORINTIGA HUTANI (PROSES)
10PT. RUAS UTAMA JAYA
11PT. WIRA KARYA SAKTI
12PT. SATRIA PERKASA AGUNG (SK 244)
13PT. BUKIT BATU HUTANI ALAM
14PT. SUNTARA GAJAPATI
15PT. MAYANGKARA TANAMAN INDUSTRI (SK 480)
16PT. SELARAS ABADI UTAMA
17PT. CERIA KARYA PRANAWA
18PT. BUANA MEGATAMA JAYA
19PT. RIMBA ROKAN PERKASA
20PT. MITRA HUTANI JAYA
21PT. SERAYA SUMBER LESTARI
22PT. TRI PUPAJAYA
23PT. RIMBA ROKAN LESTARI
24PT. SATRIA PERKASA AGUNG UNIT (SK 102)
25PT. BINA DAYA BENTALA
26PT. MAYANGKARA TANAMAN INDUSTRI (SK 227)
27PT. BALAI KAYANG MANDIRI
28PT. PERKASA BARU
29PT. SELARAS INTI SEMESTA
30PT. MAYAWANA PERSADA
31PT. ASIA TANI PERSADA
32PT. DYERA HUTANI LESTARI
33PT. LESTARI UNGGUL MAKMUR
34PT. BINA DUTA LAKSANA
35PT. PARAMITRA MULIA LANGGENG
36PT. RIMBA SERAYA UTAMA
37PT. TIESICO CAHAYA PERTIWI
38PT. RIMBA MANDAU LESTARI
39PT. EKAWANA LESTARI DARMA
40PT. TRIOMAS FDI
41PT. DAYA TANI KALBAR
42PT. BINA DAYA BINTARA
43PT. PERANAP TIMBER (DH. PT.UNISERAYA)
44PT. HUTAN KETAPANG IND (DH. KERTAS BASUKI R)
45PT. MITRA KEMBANG SELARAS
46PT. WAHANA LESTARI MAKMUR SUKS
47PT. SINAR KALBAR RAYA
48PT. BANGUN ALAM INDONESIA
49PT. CIPTA MAS BUMI SUBUR 
50PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI
51PT. CITRA CEMERLANG MANDIRI
52PT. LEMBAH JATIMUTIARA
53PT. SARI HIJAU MUTIARA
54PT. SATRIA PERKASA AGUNG (SK 19)
55PT. MUARA SUNGAI LANDAK
56CV. MUTIARA LESTARIi
57PT. MITRA TANI NUSA SEJATI
58PT. RIAU ABADI LESTARI
59PT. RIAU INDO AGROPALMA
60PT. SUMBER HIJAU PERMAI
61PT. BUKIT RAYA PELALAWAN
62PT. INDUSTRIAL FOREST PLANTATI0N
63PT. MADUKORO
64PT. KALIMANTAN SUBUR PERMAI
65PT. BHATARA ALAM LESTARI
66PT. BINA SILVA NUSA
67PT. TUNAS HUTAN PRATAMA
68PT. TUAH NEGERI
69PT.RIMBUN SERUYAN
70CV. ALAM LESTARI
71PT. PLASMA NUFTAH MARIND PAPUA
72KUD. BINA JAYA LANGGAM
73PT. KALTENG GREEN RESOURCES
74PT. WANA SUBUR LESTARI (DH. SARI BUMI KUSUMA)
75PT. SUMATERA ALAM ANUGERAH




Tantangan dan Masalah





Meskipun terlihat selaku hutan, ternyata HTI merupakan salah satu penyebab utama deforestasi hutan. Pada kenyataannya, HTI jarang sekali ditanam dilahan yang terdegradasi, melainkan ditanam di tempat hutan primer yang diubah menjadi hutan monokultur Eucalyptus dan Akasia.





hutan rakyat




Perubahan jenis pohon tersebut mengakibatkan pengaruh bagi keadaan lingkungan dan sosial. Perkembangan perkebunan dalam skala besar akan menyebabkan kenaikan emisi gas rumah kaca, hilangnya keragaman hayati hingga kepunahan, serta pengaruh negatid terhadap perekonomian lokal, mata pencaharian, dan budaya penduduk sekitar hutan.





Hutan alam yang masih asli mempunyai peran dalam melestarikan populasi budpekerti dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk yang tinggal disekitar hutan. Hutan menjadi sumber kuliner, bahan bangunan, flora obat, serta sumber ekonomi dan akhlak budaya. Pergantian hutan alam menjadi perkebunan akan memberi ancaman bagi kelancaran hidup masyarakat sekitar hutan.





Misalnya pada hutan flora industri yang ditujukan untuk industri bubur kertas dan kertas, biasanya pendapatan masyarakat dari perkebunan ini lebih rendah dibanding dari industri lainnya (sawit dan karet).





Perbedaan pendapatan ini menjadi salah satu faktor banyaknya penduduk yang menolak perluasan HTI, sehingga menimbulkan pertentangan kawasan adat dan pelanggaran HAM.





Perkembangan di Indonesia





Gas rumah beling yang menyebabkan pergeseran iklim bumi disebabkan oleh berbagai sumber, termasuk dari pergeseran tata guna lahan yang banyak terjadi di Indonesia. Pemerintah berusaha mengurangi emisi gas rumah kaca dengan memanfaatkan lahan dan merubahnya melalui program reforestasi.





Pembuatan hutan tumbuhan industri merupakan salah satu upaya reforestasi yang ditargetkan mampu bertambah 10 juta hektar 5 hingga 10 tahun kedepan. Perluasan ini konsentrasi pada daerah kaya karbon atau hutan gambut dan hutan alam yang ada di Riau, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Papua. Kebijakan ini akan mendorong konservasi hutan yang lebih luas dan penurunan gas rumah beling.


0 Response to "Hutan Flora Industri – Pengertian & Kemajuan Di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel